Suranto: Penumpang Bus Damri Banyak, Uang Sedikit
- “Padahal tarif bus DAMRI sudah ditetapkan dengan dasar Surat Keputusan (SK) Bupati Mimika, dimana tarif dasar berdasarkan SK Bupati Mimika dikalikan dengan jarak tempuh, itulah tarif murni yang harus dibayar masyarakat,”
MELAYANI – Bus Damri saat melayani penumpang ke Kali Kamora. (FOTO : Istimewa/TimeX)
TIMIKA,TimeX
Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI) Cabang Mimika, sebagai Perusahaan Otobus (PO) yang selalu dan setia melayani kebutuhan transportasi masyarakat Mimika yang menjangkau daerah terisolir, ini tergolong angkutan murah biaya.
Ironisnya, meski banyak diminati dan ditumpangi masyarakat lokal dari berbagai wilayah Satuan Pemukiman (SP), namun pendapatan sedikit, sebab tidak sedikit warga yang dilayani membayar sesuai tarif yang berlaku.
Suranto, Kepala Cabang DAMRI Mimika kepada Timika eXpress belum lama ini, mengakui ada sejumlah masyarakat lokal yang dilayani, namun tidak bayar ongkos transportasi sesuai tarif yang telah ditentukan.
“Padahal tarif bus DAMRI sudah ditetapkan dengan dasar Surat Keputusan (SK) Bupati Mimika, dimana tarif dasar berdasarkan SK Bupati Mimika dikalikan dengan jarak tempuh, itulah tarif murni yang harus dibayar masyarakat,” kata Suranto saat diwawancarai di ruang kerjanya.
Disebutkan, tarif bus DAMRI kisaran Rp 5.000 hingga Rp 10.000, hanya saja masih ada sejumlah warga yang tidak bayar ful, yaitu Rp 2.000, bahkan ada juga warga yang tidak bayar.
“Ini yang kadang kami dilema, meski transportasi bus DAMRI ini semata melayani masyarakat, bahkan ada anggapan kalau bus DAMRI itu gratis karena punya pemerintah sehingga ada warga yang mengabaikan pembayaran tarif,” ungkapnya.
Situasi ini menurut Suranto sudah lama terjadi, hanya saja pihaknya memahami keadaan tersebut karena rata-rata penumpang seperti mama-mama Papua yang berjualan di Pasar Sentral, dan belum tentu dagangannya laku.
Dikatakan bus DAMRI melayani trayek tujuan Miyoko, Kali Kamora, Kali Iwaka, Pigapu, Kampung Naena Muktipura SP 6 dan Kampung Mulia Kencana SP 7.
Selain keluhan soal pembayaran tarif angkut, Suranto menambahkan ada pula kendala infrastruktur terkait akses jalan di Miyoko yang sering terendam banjir akses bus untuk masyarakat kadang tidak dilayani sampai ke kampung.
“Biasanya kita cek dulu kondisi jalanan saat banjir. Kalau membahayakan, biasanya sopir berhenti di ujung kampung, dan masyarakat terpaksa masuk kampung dengan berjalan kaki,” tutupnya. (kay)