Berita Timika
Trending

Komite II DPD RI Dengar Keluhan Warga Terdampak Limbah Freeport

SUASANA – Tampak Suasana saat rapat dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan masyarakat yang terdampak, Jumat (9/6) (FOTO:YOSEF/TIMEX)

TIMIKA, TimeX

Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia menggelar rapat dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) dan masyarakat yang terdampak limbah di Hotel Rimba Papua pada Jumat (9/6).

Komite II DPD RI sebagai salah satu Alat Kelengkapan DPD RI yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

Petrus Yumte, Pj Sekda Mimika mengatakan, Freeport sudah ada di Papua sebelum Kabupaten Mimika dimekarkan. Kehadiran Freeport secara keseluruhan telah memberikan hal-hal positif yang luar biasa baik kepada masyarakat dan pemerintah daerah.

“Walaupun begitu, ada banyak hal yang harus didiskusikan bersama-sama untuk perbaikan-perbaikan lingkungannya,” katanya.

Yorrys Raweyai, Ketua Tim Komite II DPD RI mengatakan, pihaknya datang untuk menerima aspirasi masyarakat daerah Timika, khususnya Distrik Mimika Timur Jauh, Distrik Jita, dan Distrik Agimuga terkait permasalahan pendangkalan sungai yang diduga terjadi akibat tailing Freeport.

“Untuk itu kami melaksanakan pertemuan/dialog dengan pihak terkait yang terdampak. Jadi kita bersama-sama mencari solusi danĀ  bukan menjadi pemantik sesuai dengan komitmen DPD adalah dari daerah untuk Indonesia,” jelasnya.

Dijelaskan, pihaknya datang bukan hanya sekedar formalitas, tetap betul-betul mau mendengar langsung dampak limbah tailing Freeport dari masyarakat Mimika, dan akan mencoba mencari solusi untuk bisa memberikan yang terbaik terhadap kehidupan masyarakat.

“Kami mau mencoba untuk bisa seobyektif mungkin membuka ruang seluas-luasnya kepada bapak ibu sekalian bersama-sama dengan pemerintah provinsi Papua Tengah maupun daerah dan Freeport untuk bersama-sama membahasnya,” jelasnya.

Sementara itu, Daniel Perwira, Perwakilan PTFI mengatakan, dasar pengelolaan tailing yakni dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) PT Freeport Indonesia yang disetujui oleh Pemerintah bulan Desember 1997, melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: No. KEP-55/MENLH/12/1997.

Dalam rangka menyiapkan AMDAL 300K, telah dipelajari 12 opsi pengelolaan tailing. Ada beberapa opsi untuk dikaji lebih lanjut yakni, jalur Pipa akan mempunyai risiko besar dalam pengoperasiannya karena medan yang sulit dan juga rawan terhadap gempa bumi.

Pada akhir Tahun 2002, Komisi Kaji Ulang Tailing PTFI (Review Panel Team) merekomendasikan ModADA sebagai opsi terbaik dan layak untuk diteruskan bagi pengelolaan tailing Freeport.

Kemudian untuk pencapaian program Mitigasi Sedimentasi dari 2017 hingga 2022 meliputi, peningkatan kapasitas dan pelayanan Bus Masyarakat 5 Desa DASKAMM, serta reaktifasi Boat untuk masyarakat pesisir.

Dampaknya sangat positif yakni pasar Ikan di Manasari sudah berdiri dengan harga yang kompetitif. Tempat Mengumpulkan ikan di Otakwa telah beroperasi 24 jam, PSU membeli ikan dari peserta program secara rutin dengan kuota 20 ton/bulan. Kemudian Pemerintah Daerah mendampingi 8 orang petugas sosialisasi ke masing-masing desa dan lainnya.

Kemudian, Adolfina Kuum, dari lembaga masyarakat wilayah Mimika Timur Jauh dalam pemaparannya mengatakan, lebih dari 6000 jiwa di 23 desa di 3 Distrik yaitu Mimika Timur Jauh, Jita dan Agimuga telah terkena dampak pembuangan tailing sungai dan mengalami krisis air, hilangnya mata pencaharian, ikan mati massal, gangguan kesehatan, pulau keramat hilang, sungai dan laut terdegradasi dan hilang dan desa-desa dikelilingi dan dikepung oleh limbah tailing, Suku sempan dan kamoro mempunyai filosofi (35) Sungai, Sagu dan Sampan hilang.

Selain itu, Suku Sempan dan Suku Amungme di Agimuga dan Jita dilupakan dalam setiap perjanjian dan kompensasi yang diberikan Freeport dengan alasan Agimuga dan Jita tidak termasuk dalam wilayah konsensasinya, sementara dampak pengendapan dalam air sudah meluas sampai ke Mimika Barat sampai di Kepulauan Arafuru.

Jadi, pengendapan amat parah dan degradasi pulau terjadi di Pulau Puriri, Kelapa Satu, Pulau Yapero dan Sungai Omogadan Inauga, kampung Pasir Hitam (hilang), sejak 2016 di kepung limbah ini diluar Kontrak Karya yang sudah tertimbun Tailing. (acm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Back to top button