Berita Timika

Bahas 15 Tuntutan Serikat Buruh, DPRD Mimika RDP dengan Freeport dan Disnaker

RAPAT– Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) berlangsung antara Komisi C DPRD Mimika, Disnakertrans, PTFI dan pekerja buruh perwakilan pekerja serta buruh Non Serikat, di Ruang Rapat Gedung Serba Guna DPRD Mimika, Kamis (25/5). (FOTO: INDRI/TimeX)

TIMIKA,TimeX

Komisi C DPRD Mimika, melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama managemen PT Freeport Indonesia dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Mimika, guna membahas 15 tuntutan Serikat Buruh, di Gedung Serbaguna DPRD Mimika, Kamis (25/5).

Meski RDP dilaksanakan, namun sejauh ini belum ada keputusan spesifik yang diambil, mengingat pengambil kebijakan dari PT Freeport tidak hadir dan hanya diwakilkan, sehingga dewan meminta agar pihak Freeport mengagendakan kembali pertemuan tersebut.

15 poin aspirasi dari serikat pekerja buruh, perwakilan pekerja serta buruh non serikat yang pernah disampaikan secara simbolis kepada Pemerintah Daerah (pemda) Mimika, DPRD Mimika dan manajemen Freeport pada peringatan May Day pada 1 Mei 2023 lalu.

Aloisius Paerong, Ketua Komisi C DPRD Mimika mengatakan, semua aspirasi yang disampaikan oleh serikat buruh telah dicatat oleh Komisi C, agar bisa ditindaklanjuti.

“Jadi, kita memberikan kesempatan selama dua minggu kepada Freeport dan Disnakertrans untuk membahas secara internal. Setelah dua minggu, kita akan menerima jawaban dari aspirasi itu. Jadi hari ini belum ada jawaban, perlu dicatat itu,” ucap Aloisius.

Sementara itu Herman Gafur Anggota Komisi C mengatakan, pertemuan ini adalah langkah awal yang baik demi memberikan rasa keadilan dan asas manfaat bagi para buruh dan pekerja dalam memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraannya.

Sehingga dalam rapat RDP hari ini harus melahirkan keputusan atau rekomendasi tentang hal-hal yang akan diputuskan di dalam pertemuan berikut.

Sedangkan Ketua Bapemperda DPRD Mimika H. Iwan Anwar berharap top manajemen PT Freeport dalam pertemuan berikut harus hadir dan bisa mengambil kebijakan, terkait hal-hal yang disampaikan atau dituntut oleh para buruh.

“Manajemen Freeport harus menghargai lembaga DPRD yang mempunyai tugas untuk memperjuangkan dan memfasilitasi seluruh persoalan dari pekerja,” kata Iwan.

Iwan berharap, di pertemuan berikut manajemen Freeport yang hadir harus pejabat yang bisa mengambil keputusan. Sebab selama ini terkesan manajen PT Freeport tidak begitu menghargai DPRD Mimika.

“Tapi kalau DPR RI yang datang dilayani dan diservice begitu baik, sebaliknya DPRD Mimika kurang mendapat respon. Ini ada apa, padahal DPRD Mimika yang punya kepentingan soal masyarakat dan pekerja,” tegas Iwan.

Pihak-pihak yang hadir dalam RDP tersebut, yakni Wakil Ketua 1 DPRD Mimika, Alex Tsenawatme, Ketua Bapemperda DPRD Mimika, Iwan Anwar, Ketua Komisi C, Aloisius Paerong, Sekertaris Komisi, Saleh Alhmaid dan Anggota Komisi C lainnya, serta Paulus Yanengga, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrsi Kabupaten Mimika, dan Manager Supertenden Departemen Goverment Relation PTFI, Andreas Hindom, dan pekerja diantaranya, PUK SPKEP PT FI, PK FPE KSBSI PTFI, SPPMP PTFI dan SPM PT KPI.

Untuk diketahui, dua dari 15 tuntutan karyawan saat peringatan May Day, diantaranya, bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menindaklanjuti aspirasi Masyarakat pekerja/buruh Mimika, terhadap penolakan UU Nomor 6, Tahun 2023 tentang penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, untuk dan dalam rangka melindungi pekerja/buruh di Kabupaten Mimika, meminta kepada pengusaha yang telah memiliki kebijakan melalui

Perjanjian Kerja Bersama (PKB), dengan mengatur lebih baik bagi perlindungan ketenagakerjaan tidak serta merta menggantikan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 khususnya terkait pemberian Kompensasi Pensiun.

Bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, DPRD Mimika akan mengingatkan kepada PT Freeport Indonesia, bahwa Kepemilikan 51 saham Pemerintah RI di PT Freeport Indonesia harus dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia khusunya Pekerja PT Freeport Indonesia, Perusahaan kontraktor dan Perusahaan privatisasi serta masyarakat Papua sebagai pemilik hak ulayat. Serta 13 poin tuntutan lainnya. (ela)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Articles

Back to top button