FOTO BERSAMA – Foto Bersama para wartawan Mimika bersama jajaran dari Pt Freeport Indonesia, di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Departemen Public Health dan Malaria Control (DPHMC) di Mile 40 Check Point Kuala Kencana, Rabu (24/3/2024). (FOTO: IST/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Jelang peringatan Hari Malaria Sedunia, yang jatuh pada 25 Apri 2024, PT Freeport Indonesia menggelar kegiatan bertajuk pengendalian malaria dan media visit yang berlangsung di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Departemen Public Health dan Malaria Control (DPHMC) di Mile 40 Check Point Kuala Kencana, Rabu (24/3/2024).
Freeport mengundang perwakilan awak media cetak dan online untuk mengetahui upaya penanganan serta penanggulangan malaria di jobsite Freeport.
Harry Joharsyah selaku Project Manager Tailing Utilization PTFI, mengatakan pemberantasan malaria dengan menggunakan pasir sisa tambang (Sirsat) atau tailing, yaitu dengan menimbun genangan-genangan air yang menjadi pemicu berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk.
“Upaya kami ini berhasil, dimana sebelumya karyawan yang bekerja di area kerja, khususnya di kawasan Bandara Mozes Kilangin, hampir semua terkena malaria. Setelah kita teliti ternyata karena di wilayah tersebut terdapat banyak genangan air, sehingga kita timbun semua genangan air di lokasi ujung Bandara dengan pasir tailling,”ucap Harry.
Setelah itu dampaknya baik sekali, karyawan kini tidak lagi mudah terkena malaria, pasalnya karyawan yang bekerja di dataran rendah, sangat rentan terhadap malaria berbeda dengan karyawan yang bekerja di dataran tinggi.
Dari agenda visit media, para awak media juga mendapat pemaparan soal usaha pengendalian malaria yang dilakukan oleh Freeport melalui DPHMC, termasuk langkah-langkah pencegahan malaria.
Para jurnalis pun diajak untuk melihat langsung ruang laboratorium entomologi pengendalian jentik dan nyamuk dari berbagai jenis termasuk nyamuk anopheles dan aedes aegypti dan beberapa jenis jentik lainya, yang berada tepat di belakang gedung utama didampinggi oleh para koordinator lab.
Dr.Firdy Permana, Manager Public Health & Malaria Control, dalam pemaparannya mengatakan, sebanyak 81 persen kasus malaria di Indonesia Tahun 2021 berasal dari 8 kabupaten dan kota di Papua, salah satunya di Kabupaten Mimika dari data surveillance penyakit malaria nasional, jumlah kasus malaria di Mimika Tahun 2023 sebanyak 144.341, meningkat 21 persen dibanding Tahun 2021 (119.167).
Meski demikian slide positive rate menurun dari 41.8 persen di Tahun 2021 menjadi 30.6 di Tahun 2023.
Sejalan dengan semakin meningkatkan pengendalian malaria di Mimika yang dilakukan oleh Pemda Mimika, hal ini perlu terus didukung oleh semua pihak termasuk pihak swasta untuk menekan jumlah kasus malaria di Mimika
Dengan menyebarluaskan informasi cara pencegahan malaria yang dapat dilakukan oleh masyarakat luas serta mengajak masyarakat dan seluruh stakeholder untuk peduli kondisi lingkungan yang dapat meningkatkan penularan malaria.
Menggalang potensi daerah dan kerja sama lintas sektor khususnya kerjasama dengan pihak swasta.
Berbagai praktek baik yang dilakukan Freeport dalam penanganan malaria, banyak hal yang dilakukan Malcon dalam mengatasi kasus malaria diantaranya dengan melakukan pencegahan malaria perorangan, dengan mengurangi aktivitas pada malam hari, guna menghindari gigitan jika tidak, maka harus menggunakan obat anti nyamuk atau kelambu.
Selain itu, pengelolaan lingkungan tempat hidup nyamuk, dimana dapat lebih memperhatikan drainase dan genangan air, selalu membersihkan saluran drainase dari tanaman liar, lumut, tanah/lumpur dan sampah daun/kayu, menimbun genangan air, lakukan berkala setiap 1-3 bulan. Selanjutnya dilakukan fogging.
Ada beberapa strategi terpadu penanganan malaria di Freeport yaitu,
- Pengendalian vektor terpadu di Area PTFI, dimana pengendalian vektor ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023.
- Pengelolaan lingkungan tempat hidup nyamuk.
- Pemantauan dan pengendalian jentik, salah satunya jentik anopheles Spp, memeriksa genangan air yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles (sebagai vektor/penular malaria) secara berkala (setiap minggu), Aplikasi larvasida (insektisida yang mematikan jentik) pada genangan air yang ditemukan jentik anopheles.
Katanya lagi, mengidentifikasi kasus malaria tidak dilakukan hanya 1-2 tahun, namun dilakukan secara berkelanjutan sebagaimana kehadiran Malcon sejak Tahun 90-an, kurang lebih 29 tahun.
Untuk menekan angka malaria di Mimika, butuh peran semua sektor, bukan hanya pihak swasta maupun pemerintah namun peran masyarakatlah yang paling terpenting.
“Pengendalian malaria ini sebagai investasi sosial, dimana program kesehatan menjadi salah satu program investasi perusahaan bagi masyarakat, malaria menjadi salah satu fokus dalam program kesehatan karena malaria menjadi penyakit endemis di Papua, termasuk Mimika,’ terangny.
Program pengendalian malaria ini telah dijalankan selama lebih dari 15 tahun, kemitraan antar pemangku kepentingan menjadi pendekatan utama dalam program pengendalian malaria,” tuturnya.
Yohanis Murib, Group Leader Community Healthy PTFI, mengatakan, PTFI telah memberikan pelayanan untuk mengurangi kasus malaria dari tahun 1998 dengan membentuk Malcon Klinik Wangirja (SP 9), Klinik Utikini Baru (SP 12), Klinik Pomako bahkan ada beberapa tim yang melakukan pemeriksaan di Kwamki Baru dan Kwamki Narama.
“Harus ada keterlibatan dari semua sektor, pemimpin daerah pun harus mendukung penuh penanganan malaria di Mimika,” ujarnya.
Jangan melihat perusahaan, namun dapat melakukan pengendalian bersama-sama karena kebijakan pemerintah bisa banyak menentukan penekanan kasus malaria.
“Saya berharap pengendalian malaria ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah sehingga pengendalian di Mimika bisa berjalan dengan efektif,” ungkapnya. (ela)







Tinggalkan Balasan