FOTO BERSAMA – Foto bersama sebelum melakukan pelepasliaran kura-kura moncong babi oleh Balai Besar KSDA Papua dan PT Freeport Indonesia, di Mile 21, Selasa (7/5). (FOTO: INDRI/TIMEX)

TIMIKAEXPRESS.id – Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Papua bersama PT Freeport Indonesia melepasliarkan 1.900 kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) di hutan adat Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Selasa (7/5).

Pelepasliaran ditandai dengan penyerahan kura-kura moncong babi dari KSDA Papua kepada pihak Freeport, di Mile 21, disaksikan perwakilan dari Polisi Kehutanan (Polhut), Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup.

Yulius Palita, Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA dalam sambutannya menyampaikan, dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), kura-kura moncong memiliki potensi terancam punah, apabila diperdagangkan tanpa adanya pengaturan.

Sementara dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN), kura-kura moncong babi berstatus EN (endangered), yaitu terancam punah.

Asal- usul ribuan satwa endemik Papua tersebut merupakan hasil sitaan dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.

“Sebagaimana lazimnya, satwa-satwa hasil sitaan akan dikembalikan ke daerah asalnya atau biasa kita sebut translokasi,” ujarnya.

Untuk kura-kura moncong babi ini menjalani translokasi pada 22 Maret 2024 ke Kabupaten Mimika, melalui BKSDA DKI Jakarta, Kemudian ada proses habituasi di kandang Mile 21 milik PT Freeport.

Selain itu, Yulius juga menyatakan semua satwa dalam kondisi sehat sehingga memungkinkan sanggup bertahan di alam. Sementara hutan adat Nayaro menjadi pilihan lokasi lepas liar karena letaknya yang relatif jauh dari jangkauan masyarakat, juga kondisinya masih alami sehingga dapat menunjang kehidupan semua satwa yang dilepasliarkan.

Masyarakat adat di Kampung Nayaro juga memberikan dukungan, termasuk dalam hal perlindungan satwa-satwa liar di alam. Ini menjadi faktor penting dalam upaya pelestarian satwa-satwa liar dilindungi. Dengan demikian, hutan adat Kampung Nayaro sangat representatif sebagai lokasi lepas liar satwa dilindungi.

“Terima kasih kepada PT Freeport Indonesia yang memberikan kontribusi terus- menerus dalam hal pelestarian alam dan keanekaragaman hayati Papua,” ungkapnya.

Iapun mengimbau semua pihak agar turut melakukan pengawasan terhadap peredaran satwa liar Papua yang dilindungi, sesuai kapasitas masing-masing, dengan demikian, tindak ilegal terhadap satwa liar Papua dapat ditekan, atau diminimalkan sampai titik penghabisan.

Sementara itu, Pratita Puradyatmika, General Superintendent Departemen Environmental PTFI menyatakan, Freeport telah menjalin kerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Papua untuk relokasi dan pelepasliaran satwa sejak Tahun 2006, dan selama hampir dua dekade tetap berkomitmen untuk berkontribusi dalam pelestarian kekayaan hayati endemik Papua. Hingga kini, PTFI telah mendukung pelepasliaran lebih dari 55.000 satwa dilindungi, endemik, dan terancam punah kembali ke habitat alaminya.

Tidak hanya kura- kura moncong babi, tetapi juga jenis-jenis satwa Papua lainnya, termasuk berbagai jenis burung, kanguru tanah, seperti walabi dan pademelon, juga jenis-jenis reptile.

“Semuanya telah mendapatkan dukungan dari PTFI dalam program pelepasliaran,” tutupnya. (ela)