MERESMIKAN: Bupati Johannes Rettob dan Wakil Bupati (Wabup) Mimika Emanuel Kemong meresmikan sebanyak 152 Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan se-Kabupaten Mimika, Sabtu, 19 Juli 2025 (FOTO: NIAR/TIMEX)
TIMIKAEXPRESS.id – Sebanyak 152 Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan se-Kabupaten Mimika resmi diluncurkan oleh Bupati Johannes Rettob dan Wakil Bupati (Wabup) Mimika Emanuel Kemong, Sabtu, 19 Juli 2025.
Peluncuran di Kelurahan Wonosari Jaya, SP4, Timika, itu bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional ke-78, dan menjadi bagian dari program besar nasional yang digagas Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025.
Dari peluncuran tersebut, setiap Koperasi Merah Putih akan diberikan kredit usaha sebesar Rp3 miliar sebagai modal awal, dengan sistem pengembalian dicicil selama enam tahun.
Dana bantuan usaha tersebut bersumber dari APBN, APBD dan kredit Himbara (Himpuan Bank Milik Negara).
Adapun estimasi total anggaran nasional untuk program Koperasi Desa Kopdes) Merah Putih ini diperkirakan mencapai Rp400 triliun.
Adapun program ini bertujuan membentuk koperasi di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia dengan target 83.762 unit koperasi.
Hingga pertengahan Juli, sebanyak 80.068 koperasi telah berbadan hukum.
Program ini diposisikan sebagai penggerak ekonomi pedesaan dan dicanangkan sebagai tulang punggung menuju swasembada pangan nasional.
Pemerintah mengatur seluruh proses dari pusat, mulai dari mekanisme pendirian, struktur organisasi, hingga jenis usaha.
Proses legalitas dilakukan secara digital melalui aplikasi Kopdes Merah Putih, yang terhubung langsung ke pusat data nasional.
Pemerintah juga menjanjikan pembinaan oleh 200 ribu pendamping untuk mencegah praktik fraud.
Namun, sejumlah pihak menyuarakan kekhawatiran. Direktur Riset Ekonomi Digital CORE Indonesia, Etika Karyani Suwondo, menilai program ini berpotensi tumpang tindih dengan koperasi desa dan BUMDes yang sudah ada.
“Tanpa pemetaan kelembagaan yang jelas, program ini bisa menjadi perluasan administratif tanpa dampak nyata,” ujarnya.
Kritik juga datang dari kalangan pemerhati koperasi yang menilai bahwa program ini bertentangan dengan prinsip koperasi yang diajarkan oleh Bung Hatta.
Dalam konsep asli, koperasi seharusnya lahir dari keinginan anggota, dibiayai dari simpanan sendiri, dan dijalankan berdasarkan asas kekeluargaan.
Skema top-down dengan pendanaan negara dianggap tidak sesuai dengan jati diri koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat.
Tak hanya itu, muncul kekhawatiran terhadap politisasi program ini.
Pasalnya, pengawasan program berada di bawah Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan dan Menteri Desa dan PDTT Yandri Susanto, keduanya berasal dari partai politik yang sama.
Dugaan publik mencuat bahwa koperasi ini bisa menjadi sarana politik balas budi terhadap kepala desa yang mendukung kemenangan Pemilu Presiden (Pilpres).
Di atas kertas, program ini menyimpan potensi besar untuk memperkuat ekonomi desa.
Namun tanpa pengawasan yang kuat dan transparansi dalam pelaksanaannya, program ini bisa menjadi proyek elite yang jauh dari semangat koperasi sejati. (*/)
Tinggalkan Balasan