TIMIKAEXPRESS.id — Di tengah hamparan tanah Mimika yang kaya akan budaya dan potensi alam, sekelompok warga Suku Nduga bergerak diam-diam namun pasti.
Mereka bukan petinggi, bukan pula tokoh besar, tetapi mereka menyimpan semangat besar: membangun ekonomi keluarga dari nol.
Mereka tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) Suku Nduga, sebuah wadah pemberdayaan ekonomi yang selama dua tahun terakhir menjadi titik balik bagi ratusan warga.
Dan pada Jumat, 26 September 2025, langkah mereka mendapat penguatan penting.
Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) dari Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) hadir, menyapa, menilai, sekaligus memberi arah baru bagi langkah kecil yang mereka tapaki.
Mulai dari Tidak Punya Apa-apa
Di balik senyum malu-malu, Elipanus Wesareak, Ketua Pokja Suku Nduga, bercerita tentang awal mula terbentuknya Pokja ini.
“Kami hanya ingin membantu masyarakat. Banyak yang ingin punya usaha tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Bantuan dari YPMAK benar-benar jadi titik terang,” ujarnya.
Sejak 2023, Pokja ini telah menyalurkan bantuan kepada 560 penerima manfaat, dan tahun ini, 268 orang kembali mendapatkan dukungan.
Bantuan YPMAK selaku pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia (PTFI) digunakan untuk perkebunan kecil, peternakan babi, hingga membuka kios sederhana.
Kedatangan Hendaotje Watory, Wakil Ketua Pengurus YPMAK Bidang Pengawasan dan Evaluasi, tidak hanya untuk memantau, tapi juga mendengar langsung cerita dari lapangan.
“Kami ingin tahu, apakah program ini benar-benar berjalan. Dan lebih penting, apakah masyarakat merasakan manfaatnya,” ujarnya sambil mencatat hasil wawancara bersama para penerima manfaat.
Ia menekankan pentingnya pelaporan dan pengawasan internal, bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tapi sebagai alat ukur keberhasilan program.
“Kita perlu tahu, siapa yang berhasil mengembangkan usahanya, siapa yang belum, dan mengapa. Itu jadi data penting bagi kita untuk evaluasi,” tegasnya.
Empat Wilayah, Satu Harapan
Elipanus mengungkapkan bahwa Pokja Suku Nduga saat ini menaungi masyarakat di empat wilayah yang memang sangat membutuhkan bantuan ekonomi.
“Kondisi di sana berat. Banyak yang ingin maju tapi tidak tahu caranya. Di situlah kami hadir. Kami bukan siapa-siapa, tapi kami tahu harus mulai dari mana,” katanya.
Yang membuatnya bahagia, katanya, adalah bukan besarnya dana, melainkan dampak nyata yang dirasakan warga.
“Mereka bisa beli beras dari hasil kebun sendiri. Anak-anak bisa sekolah dari uang jualan. Itu yang kami syukuri,” ungkap Elipanus.
Tidak Cukup Hanya Memberi
Hendaotje tak menampik bahwa tantangan ke depan tetap besar. Ia mengingatkan bahwa program bukan hanya tentang memberi, tetapi membangun sistem yang kuat, transparan, dan berkelanjutan.
“Pokja harus bisa mandiri dalam pelaporan dan pengawasan. Tim Monev YPMAK hanya membantu dari luar, tapi keberhasilan itu datang dari dalam kelompok,” paparnya.
Kehadiran YPMAK di tengah Pokja Suku Nduga lebih dari sekadar kunjungan formal. Itu adalah pengakuan, bahwa usaha kecil mereka berarti. Bahwa perjuangan warga yang dulu dianggap tidak mungkin, kini mulai diperhitungkan.
Dan hari itu, bukan hanya data yang dicatat, tetapi kepercayaan yang semakin menguat di antara mereka.
Apa yang dilakukan oleh Pokja Suku Nduga bersama YPMAK membuktikan satu hal: pemberdayaan ekonomi tidak harus megah, cukup dimulai dari mendengar, memahami, dan mendampingi.
Karena di balik setiap benih usaha yang ditanam di tanah Papua, tumbuh harapan baru — bahwa masyarakat bisa berdiri di atas kaki sendiri, dan bahwa kemajuan sejati datang dari bawah, dari rakyat yang diberi ruang untuk berkembang. (*/maurits sadipun)
Tinggalkan Balasan