SERAHKAN – Koordinator aksi demo, Freedom Kobogau saat menyerahkan pernyataan sikap kepada Ketua DPRK Mimika, Primus Natikapereyau usai aksi damai di Kantor DPRD Mimika, Senin (10/11). (FOTO: GREN/TIMEX)
Freedom Kobogau: Kami Hanya Ingin Papua Hidup Damai
TIMIKA,TIMIKAEXPRESS.id – Suara lantang terdengar di depan Kantor DPRD Mimika, Senin (10/11) pagi.
Di bawah terik matahari, ratusan masyarakat Papua yang tergabung dalam Forum Independen Mahasiswa West Papua melalui Komite Pimpinan Kota (FIM-WP-KPK) Timika menggelar aksi damai, menyerukan penghentian kekerasan dan pendekatan militer di Tanah Papua.
Mereka datang dengan spanduk dan poster berisi pesan-pesan damai.
Tidak ada amarah, hanya keinginan agar suara mereka didengar.
Dalam orasi dan pernyataan sikap yang dibacakan, peserta aksi meminta pemerintah untuk lebih mengedepankan dialog humanis dalam penyelesaian konflik serta menaruh perhatian pada persoalan kemanusiaan di Papua.
Koordinator aksi, Freedom Kobogau, mengatakan bahwa demonstrasi ini merupakan bentuk kepedulian terhadap kondisi masyarakat Papua yang masih dihadapkan pada tantangan di berbagai bidang.
“Kami turun ke jalan karena kami melihat ada krisis kemanusiaan, masyarakat di beberapa wilayah masih hidup dalam ketakutan, kesehatan dan pendidikan pun ikut terdampak. Kami ingin menyuarakan agar pendekatan yang dilakukan negara lebih manusiawi,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, seruan mereka bukan untuk memperuncing perbedaan, tetapi untuk menegakkan nilai kemanusiaan dan keadilan.
“Kami hanya ingin Papua damai. Semua pihak harus duduk bersama, karena yang kami perjuangkan adalah kehidupan yang layak dan bebas dari rasa takut,” tambah Freedom.
Aksi damai itu diterima langsung oleh Ketua DPRD Mimika, Primus Natikapereyau, yang menyampaikan apresiasi atas cara mahasiswa menyampaikan aspirasi secara tertib dan damai.
Ia berjanji akan menindaklanjuti aspirasi tersebut ke pihak terkait.
Adapun 10 poin tuntutan yang disampaikan secara tertulis dan diserahkan kepada Ketua DPRK, diantaranya :
1. Hentikan kekerasan dan operasi militer terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik Intan Jaya, Maybrat, Pegunungan Bintang, Yahukimo, dan daerah lain di tanah Papua.
2. Hentikan seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke dan Kota Sorong yang mengancam kehidupan masyarakat adat Marind dan Moi.
3. Tutup semua perusahaan ilegal yang beroperasi di seluruh tanah Papua dan berpotensi menimbulkan konflik.
4. Usut tuntas seluruh kasus pelanggaran HAM berat yang telah dan sedang terjadi di tanah Papua.
5. Segera kembalikan hak kedaulatan rakyat Amungsa atas tanahnya.
6. Hentikan operasi militer berskala besar dan tarik seluruh pasukan non-organik dari tanah Papua.
7. Pulangkan seluruh pengungsi sipil dari Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, Yahukimo, dan Teluk Bintuni.
8. Karena militer terlibat dalam kejahatan kemanusiaan, maka kembalikan seluruh pasukan ke barak yang semestinya.
9. Prioritaskan pendekatan humanis dan dialog sebagai jalan damai untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di tanah Papua.
10. Berikan hak penentuan nasib sendiri (Right to Self-Determination) sebagai solusi demokratis bagi rakyat bangsa West Papua. Tanah Papua bukan tanah kosong. Papua adalah tanah air rakyat bangsa Papua yang berdaulat, yang terus melawan penjajahan, eksploitasi, dan militerisme. (via)







Tinggalkan Balasan