Banyak Anak di Pedalaman Belum Bisa 3M
MURID– Para murid di salah satu Sekolah Dasar di pedalaman Mimika. (FOTO: LINDA BUBUN LANGI/TimeX)
TIMIKA, TIMIKAEXPRESS.id – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Mimika mengakui masih banyak murid di pedalaman, baik di pesisir maupun pegunungan yang belum bisa membaca, menulis dan menghitung (3M), meski sudah usia 8 hingga 12 tahun.
Willem Naa, Plt Kepala Dinas Pendidikan mengatakan, dengan kondisi ini maka dinas perlu bekerja keras untuk memperbaiki tata kelola proses belajar mengajar, karena ini menjadi faktor utama untuk usia dini dalam pendidikan dasar maupun menengah.
“Memang kita akui. Anak-anak kita di usia ini, seharusnya bisa membaca dan menulis apalagi menghitung tapi sayangnya sejauh ini belum bisa,” katanya saat ditemui Sabtu (24/6).
Ini lanjut dia, menjadi ‘PR’ terbesar pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan, untuk merubah pola belajar mengajar maupun pola hidup dan pola pikir anak-anak dan orang tua di pesisir dan pegunungan.
Ia mengaku, pihaknya juga sudah banyak mendapatkan masukan dari pemerhati pendidikan di Mimika, sehingga ini menjadi tujuan utama Disdik saat ini.
Kata Willem, selain masukan, ini juga berdasarkan hasil kunjungan petugas dari dinas pendidikan di lapangan, dan ditemui memang masih banyak murid yang terbelakang dalam hal 3M.
Ini bukan saja terjadi pada sekolah dasar tetapi dari sekolah menengah (SMP, red) khususnya sekolah yang ada di daerah pinggiran dan pedalaman.
Lanjutnya, untuk tenaga pendidik harus mampu melihat kondisi para murid, sehingga ketika murid yang belum mampu menulis dan membaca dengan baik sebaiknya tidak perlu naik kelas, dan diberikan bimbingan khusus.
“Jadi kalau dilihat anak belum mampu jangan baik kelas, karena kasihan juga pada anaknya kalau dipaksakan naik ketika akan melanjutkan di sekolah di luar takutnya anak tidak dapat menyesuaikan jadi kasihan anaknya,” ujarnya.
Kata Willem lagi, tidak dapat dipungkiri di kampung-kampung, kadang guru menjadi dilema ketika kenaikan kelas. Jika anak tidak naik kelas, ada oknum orang tua yang mengancam guru.
“Memang hal itu juga kadang terjadi, tapi guru harus jeli untuk menjelaskan kepada orang tua siswa sehingga jangan membuat generasi lanjut yang dipaksakan, karena akan berdampak pada anak itu sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, sebagai langkah untuk jangka panjang pihaknya berencana akan membuka sekolah dengan pola asrama di wilayah pedalaman.
Sehingga dapat menjawab permasalahan ini dan kualitas menulis dan membaca siswa di pedalaman juga dapat ditingkatkan.
“Kalau sekolah disana (pedalaman, red) berpola asrama dengan pengelola asrama yang ketat saya yakin anak-anak akan lebih disiplin dan apa yang menjadi persoalan bagi kita yakni kualitas menulis dan membaca siswa di bawa rata-rata akan terjawab, karena apa? kalau anak anak sudah di asrama, orang tua mau pergi mencari tidak lagi membawa anak dan pendidikan anak akan lebih terkontrol dengan baik,” ungkapnya.
Pasalnya, kendala besar yang dihadapi di pesisir adalah budaya masyarakat setempat yang kerap berpindah-pindah. Misalnya saja di musim tertentu, orang tua akan membangun bivak di pinggiran sungai yang jauh dari perkampungan. Ketika itu, orang tua akan membawa serta anak-anak mereka. Dengan sendirinya anak-anak tidak bisa bersekolah. (ine)